Friday, February 22, 2013

P P O K


P P O K
( Penyakit Paru Obstruktif Kronik )

penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhunya reversibel. bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun / berbahaya.

Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena :
- Emfisema merupakan diagnosis patologis
- Bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis
Selain itu kedunya tidak selalu mencerminkan hambatan aliran udara dalam saluran napas.

A. Faktor Risiko
Asap rokok
Polusi udara
Infeksi saluran napas bawah bertulang

B. Anamnesis
- batuk
- produksi sputum
- sesak napas
- aktiviti terbatas

Gejala eksaserbasi akut
- batuk bertambah
- produksi sputum bertambah
- sputum berubah warna 
- sesak napas bertambah 
- keterbatasan aktiviti bertambah
- terdapat gagal napas akut pada gagal napas kronik
- penurunan kesadaran

C. Pemeriksaan fisik
- barrel chest
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Fremitus melemah, sela iga melebar
- Hipersonor
- Suara napas vesikuler melemah atau normal
- Ekspirasi memanjang
- Mengi

D. Gambaran Radiologi
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Diafragma mendatar
- Pelebaran sela iga
- Corakan bronkovaskuler meningkat
- Bulla
- Jantung pendulum

E. Diagnosis Banding 


F. Penatalaksanaan
4 komponem program tatalaksana :
1. Evaluasi dan monitor penyakit
2. Menurunkan faktor risiko  berhenti merokok
3. Tatalaksana PPOK stabil
4. Tatalaksana PPOK eksaserbasi

Prinsip penatalaksanaan eksaserbasi PPOK
1. Optimalisasi penggunaan obat-obatan
b. Bronkodilator
Agonis beta -2 kerja cepat kombinasi dengan antikolinergik perinhalasi (nebuliser)
Xantin intravena (bolus dan drip)
c. Kortikosteroid sistemik
d. Antibiotik
Gol. Makrolid baru
Gol. Kuinolon respirasi
Sefalosporin generasi III/IV
e. mukolitik
f. ekspektoran
2. Terapi oksigen
3. Terapi nutrisi
4. Rehabilitasi fisik dan respirasi
5. Evaluasi progresfiti penyakit
6. Edukasi

Indikasi rawat ICU
- Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat.
- Kesedaran menurun, letargi, atau kelamahan otot-otot respirasi
- Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan ventilasi mekanik invasif atau noninvasif. 


Enhanced by Zemanta

ASMA BRONKIAL


ASMA BRONKIAL


A. Mekanisme dasar terjadinya asma bronkial















Inflamasi Akut
1. Reaksi Asma Tipe Cepat: Alergen terikat pada IgE yang menempel pada sel mast  degranulasi sel mast  mengeluarkan preformed mediator (histamin, protease, leukotrin, prostaglandidn dan PAF)  kontraksi otot polos bronkus  sekresi mukus dan vasodilatasi.
2. Reaksi Fase Lambat: timbul antara 6 – 9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag.

Inflamasi Kronik
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi: limfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos bronkus.

B. Faktor risiko terjadinya asma
Pejanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan genetik asma,
Baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma












Faktor Risiko Pada Asma
Faktor Pejamu
Prediposisi genetik
Atopi
Hiperesponsif jalan napas
Jenis Kelamin
Ras / etnik
Faktor Lingkungan 
Alergen di dalam ruangan
Mite domestik
Alergen binatang
Alergen kecoa
Jamur (fungi, molds, yeasts)
Alergen di luar ruangan
Tepung sari bunga
Jamur (fungi, molds, yeasts)
Asap rokok
Polusi udara
Infeksi pernapasan
Infeksi parasit 
Status sosioekonomi
Besar keluarga
Diet dan obat
Exercise dan hiperventilasi
Perubahan cuaca
Sulfur dioksida
Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan
Ekspresi emosi yang berlebihan
Iritan (parfum, bau-bauan merangsang, household spray)

C. Anamnesis 
Gejala berupa batuk, sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
Bersifat episodik, sering kali reversibel dengan atau tanpa pengobatan 
Gejala timbul / memburuk terutama malam / dini hari
Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
Respons terhadap pemberian bronkodilator

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :
Riwayat keluarga (atopi)
Riwayat alergi / atopi
Penyakit lain yang memberatkan 
Perkembangan penyakit dan pengobatan

D. Pemeriksaan Fisik
- Wheezing mengi pada auskultasi. 
- sesak napas
- hiperinflasi.
- pada sarangan yang sangat berat disertai gejala lain: sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas.

E. Pemeriksaan Penunjang
Spirometri 
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2 - 3 nilai yang reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1 / KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.
Uji Provokasi Bronkus
Pada penderita dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus mempunyai sensitiviti yang tinggi tetapi spesifisiti rendah, artinya hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berarti bahwa penderita tersebut asma. Hasil positif dapat terjadi pada penyakit lain seperti rinitis alergik, berbagai gangguan dengan penyempitan jalan napas seperti PPOK, bronkiektasis dan fibrosis kistik.
Pengukuran Status Alergi
Komponen alergi pada asma dapat diindentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE.

F. Diagnosis Banding
 Dewasa 
Penyakit paru Obstruksi Kronik
Bronkitis kronik
Gagal Jantung Kongestif
Batuk kronik akibat lain-lain
Disfungsi larings
Obstruksi mekanis (misal tumor)
Emboli Paru
 Anak 
Benda asing di saluran napas
Laringotrakeomalasia
Pembesaran kelenjar limfe
Tumor
Stenosis trakea
Bronkiolitis

G. Klasifikasi


H.  Terapi
Obat-obatan pada asma bronkial secara garis besar dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
Reliver medication termasuk golongan ini adalah bronkodilator baik agonis b2 waktu kerja pendek maupun teofilin dan garamnya
Controller medication termasuk golongan ini adalah obat-obat antiinflamasi antara lain: kortikosteroid, kromolin, ketotifen, sodium nedocromil, agonis b2 masa kerja panjang dan antileukotrien.
Kortikosteroid 
- inhalasi 
Beclomethasone 
Budesonide 
Sodium Cromoglycate 
Sodium Nedocromil 
Antileukotrien 

Salmeterol 
memberikan proteksi terhadap berbagai macam stimulus yang mengakibatkan bronkokonstriksi. Salmeterol mempunyai mula kerja yang lambat sehingga tidak cocok unutk asma yang akut. 

Jenis-jenis Inhaler 
pMDI (pressurised metered dose inhaler)
pMDI plus spacer
DPI (dry powder inhaler)


Enhanced by Zemanta

Thursday, February 21, 2013

The Intensive Care Manual


The Intensive Care Manual
MICHAEL J. APOSTOLAKOS, M.D.
ASSOCIATE PROFESSOR OFMEDICINE
DIRECTOR, ADULT CRITICAL CARE
UNIVERSITY OF ROCHESTER SCHOOL OFMEDICINE AND DENTISTRY
PETER J. PAPADAKOS, M.D.
ASSOCIATE PROFESSOR OF ANESTHESIOLOGY AND SURGERY
DIRECTOR, DIVISION OF CRITICAL CAREMEDICINE
UNIVERSITY OF ROCHESTER SCHOOL OFMEDICINE AND DENTISTRY
PROFESSOR OF RESPIRATORY CARE
STATE UNIVERSITY OF NEW YORK

GENESEE COMMUNITY COLLEGE
McGRAW-HILL
MEDICAL PUBLISHING DIVISION
New York Chicago San Francisco Lisbon London Madrid Mexico City
Milan New Delhi San Juan Seoul Singapore Sydney Toronto

DUKUNGAN PEMBERIAN PSIKOSOSIAL PADA KORBAN PASKA BENCANA


DUKUNGAN PEMBERIAN PSIKOSOSIAL
PADA KORBAN PASKA BENCANA


PENDAHULUAN

     Berbagai bencana telah menimbulkan korban dalam jumlah yang besar, perubahan iklim global yang mengakibatkan banjir maupun kekeringan, gerakan patahan bumi yang mengakibatkan gempa bumi dan tsunami, penebangan liar yang berakibat tanah longsor serta bencana konflik dan terorisme. Setiap tahun ribuan orang meninggal dunia, ratusan ribu yang lain kehilangan kehidupan mereka. Banyak korban yang selamat menderita sakit dan cacat. Rumah, tempat kerja, ternak, dan peralatan menjadi rusak atau hancur. Korban juga mengalami dampak psikologis akibat bencana, misalnya-ketakutan, kecemasan akut, perasaan mati rasa secara emosional, dan kesedihan yang mendalam. Bagi sebagian penyintas, dampak ini memudar dengan berjalannya waktu. Tapi untuk banyak orang lain, bencana memberikan dampak psikologis jangka panjang, baik yang terlihat jelas misalnya depresi, psikosomatis (keluhan fisik yang diakibatkan oleh masalah psikis) ataupun yang tidak langsung : konflik, hingga perceraian.

       Makalah ini tentang berbagai intervensi psikososial yang bertujuan membantu dalam mengatasi dampak psikologis dari bencana. Panduan in dapat digunakan oleh pekerja di bidang kejiwaan (psikiater, psikolog, pekerja sosial, dan konselor lainnya), ataupun tenaga medis (dokter, perawat, dan penyedia kesehatan masyarakat lainnya), ataupun oleh pekerja kemanusiaan, oleh guru, pemimpin agama, dan tokoh masyarakat, dan oleh pejabat pemerintah dan organisasi terkait dengan respon terhadap bencana.

- Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan program psikososial
- Dampak Psikososial dari Suatu Bencana
- Dampak psikologis pada individu
- Dampak Bencana pada Komunitas
- Faktor yang Mempengaruhi Kerentanan Psikologis
- Aktivitas Psikososial Pada Setiap Tahapan Paska Bencana
- Dukungan Psikososial Pada Anak
- Ketrampilan Dasar Pekerja Psikososial dalam Mendampingi Penyintas
- TEKNIK RELAKSASI UNTUK ORANG DEWASA
     - RELAKSASI OTOT
- RELAKSASI IMAJINASI (MEMBUAT TEMPAT KEDAMAIAN DENGAN IMAJINASI
- BERNAFAS MENDALAM
- RELAKSASI UNTUK ANAK
- MENGEKSPRESIKAN EMOSI UNTUK ANAK
- KEGIATAN REKREASIONAL



PELAYANAN KESEHATAN ANAK DI RUMAH SAKIT


BUKU SAKU 
PELAYANAN KESEHATAN ANAK DI RUMAH SAKIT
PEDOMAN BAGI RUMAH SAKIT RUJUKAN TINGKAT PERTAMA DI KABUPATEN/KOTA


Diterbitkan oleh World Health Organization tahun 2005
Judul asli Pocket Book of Hospital Care for Children, Guidelines for the
Management of Common Illnesses with Limited Resources, 2005
© World Health Organization 2005
PELAYAAN KESEHATAN ANAK DI RUMAH SAKIT. PEDOMAN BAGI RUMAH
SAKIT RUJUKAN TINGKAT PERTAMA DI KABUPATEN/KOTA
Alih Bahasa : Tim Adaptasi Indonesia
Penyusun : Tim Adaptasi Indonesia
Editor : Tim Adaptasi Indonesia
Edisi Bahasa Indonesia ini diterbitkan oleh World Health Organization Indonesia bekerjasama dengan Departemen Kesehatan Republik Indonesia
© World Health Organization 2009
Gedung Bina Mulia 1 lt. 9 Kuningan Jakarta
Telpon. 62 21 5204349
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang Mengutip, Memperbanyak dan Menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.
Cetakan 1 : 2009
Katalog Dalam Terbitan
World Health Organization. Country Office for Indonesia
Pedoman pelayanan kesehatan anak di rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten/ WHO ; alihbahasa, Tim
Adaptasi Indonesia. – Jakarta : WHO Indonesia, 2008
1. Child health services 2. Hospitals, Pediatric
I. Judul II. Tim Adaptasi Inodnesia

Clik Download 


Enhanced by Zemanta

WORLD ALLIANCE FOR PATIENT SAFETY


WORLD ALLIANCE FOR PATIENT SAFETY
WHO GUIDELINES ON
(ADVANCED DRAFT): A SUMMARY
CLEAN HANDS ARE SAFER HANDS


WHO/EIP/SPO/QPS/05.2
All rights reserved. Publications of the World Health Organization can be obtained from WHO Press, World Health Organization, 20 Avenue Appia, 1211 Geneva 27, Switzerland (tel.: +41 22 791 2476; fax: +41 22 791 4857; email: bookorders@who.int). Requests for permission to reproduce or translate WHO publications – whether for sale or for noncommercial distribution – should be addressed to WHO Press, at the above address (fax: +41 22 791 4806; email: permissions@who.int).
The designations employed and the presentation of the material in this publication do not imply the expression of any opinion whatsoever on the part of the World Health Organization concerning the legal status of any country, territory, city or area or of its authorities, or concerning the delimitation of its frontiers or boundaries.
Dotted lines on maps represent approximate border lines for which there may not yet be full agreement. The mention of specific companies or of certain manufacturers’ products does not imply that they are endorsed or recommended by the World Health Organization in preference to others of a similar nature that are not mentioned. Errors and omissions excepted, the names of proprietary products are distinguished by initial capital letters.
All reasonable precautions have been taken by WHO to verify the information contained in this publication. However, the published material is being distributed without warranty of any kind, either express or implied. The responsibility for the interpretation and use of the material lies with the reader. In no event shall the
World Health Organization be liable for damages arising from its use.



Enhanced by Zemanta

TUMOR JARINGAN LUNAK


TUMOR JARINGAN LUNAK


PENDAHULUAN

Brenner Tumor of Ovary
Brenner Tumor of Ovary (Photo credit: Wikipedia)
Istilah jaringan lunak diartikan jaringan ikat yang berada di luar rangka (skelet). Secara embriologik berasal dari mesenkhim. Proses keganasan yang berasal dari mesenkhim disebut sarkoma, dengan pengecualian tumor yang tumbuh dari sel-sel Schwann karena secara morfologik dan klinik mempunyai persamaan dengan tumor ganas jaringan lunak maka digolongkan ke dalam sarcoma pula.


INSIDENSI
Di Amerika Serikat setiap tahunnya ditemukan 4.500 kasus tumor ganas jaringan lunak dan kematian yang disebabkan oleh tumor ini sebanyak 1.600 orang.
Secara keseluruhan tumor ganas jaringan lunak hanya menduduki 0,7 % dari semua proses keganasan, akan tetapi untuk anak dibawah 15 tahun tumor ini menduduki 6,5 %.

EPIDEMIOLOGI
Tidak banyak yang diketahui mengenai epidemiologi ataupun faktor penyebab yang berperan pada pasien dengan tumor ganas jaringan lunak.
Walaupun dikatakan bahwa predisposisi genetik tidak terbukti pengaruhnya dalam terjadinya tumor ganas ini namun penyelidik lain ada yang mendapatkan kasus keganasan ini mengenai anggota keluarga yang berdekatan. Penyelidik lain menemukan sarkoma pada anak-anak dan orangtuanya menderita kanker (terutama kanker payudara). Adapula yang mengemukakan kasus kanker payudara sebagai kanker sekunder disamping liposarkoma sebagai tumor primernya. Ada pula yang menemukan insidensi kelainan bawaan yang meninggi pada anak-anak dengan sarkoma jaringan lunak. Terdapat kecenderungan frekuensi yang meningkat pada pasien-pasien dengan penyakit yang diturunkan secara genetik seperti basal cel nevus syndrome, multiple neurofibrornatosis, poliposis intestinalis dan sindrom Gardner.
Trauma agaknya tidak mempunyai peranan. Zat kimia yang perlu diperhatikan adalah asam fenoksi-asetat (sejenis herbisida) dan khlorofenol (zat pengawet kayu).
“Ionizing irradiation” dapat menyebabkan sarkoma, akan tetapi jarang terjadi di daerah badan yang diberi radioterapi; walaupun demikian ada juga penyelidik yang menemukan fibrosarkoma pada dinding dada dan penderita yang menjalani radioterapi untuk karsinoma payudara yang telah menjalani mastektomi.
Beberapa benda asing yang “ditanam” pada badan ada yang dapat menimbulkan sarkoma seperti logam, peluru ataupun selongsongnya walaupun waktu yang diperlukan cukup lama (kira-kira 40 tahun).
Tempat yang dikenai sarkoma bisa dimana saja pada badan, akan tetapi yang akan dibicarakan disini hanyalah sarkoma yang terdapat di luar viscara.

KLASIFIKASI PATOLOGIK
Secara patologik dari jaringan lunak ada yang tergolong betul-betul jinak, ada yang walaupun jinak tapi mempunyai sifat melakukan invasi ke jaringan sekitarnya sehingga secara morfologik mirip sarkoma dan pada terapinya memerlukan tindakan yang lebih cermat (misalnya tumor desmoid atau “aggressive fibromatosis”), ada pula kelainan non-neoplasma yang sangat mirip suatu keganasan yaitu “myositis ossificans” yang merupakan reaksi terhadap trauma dimana secara histopatologik ditemukan mitosis dalam jumlah yang banyak sehingga seringkali sukar membedakannya dari yang ganas.
Beberapa ahli patologi mengemukakan angka-angka penemuannya dengan persentase yang kadang-kadang berbeda jauh, dan perbedaan tadi sangat bermakna, hal ini menunjukkan bahwa dalam mendiagnosa tumor ganas jaringan lunak secara histopatologik sangat sukar.

TUMOR JINAK JARINGAN LUNAK

Indikator Kesehatan Masyarakat dan Rencana Strategi Kesehatan


Indikator Kesehatan Masyarakat Dan Rencana Strategi Kesehatan

  1. Indikator derajat kesehatan masyarakat

      Indikator derajat kesehatan masyarakat secara umum dapat dilihat dari

a. Indikator Sehat 
       Sementara itu masyarakat mulai mempertanyakan apakah indikator-indikator kesehatan yang digunakan dewasa ini yaitu IMR, CDR, Life expectancy masih cocok disebut sebagai indikator kesehatan penduduk. Untuk dapat menilai berapa banyak penduduk yang sehat tidak mungkin digunakan angka kematian dan angka kesakitan penduduk. Untuk dapat mengukur status kesehatan penduduk yang tepat perlu digunakan indikator positif(sehat), dan bukan hanya indikator negatif (sakit, mati) yang dewasa ini masih dipakai. WHO menyarankan agar sebagai indikator kesehatan penduduk harus mengacu pada 4 hal sebagai berikut: 
1) Melihat ada tidaknya kelainan pathofisiologis pada seseorang,
2) Mengukur kemampuan fisik seseorang seperti kemampuan aerobik, ketahanan, kekuatan dan   
        kelenturan sesuai dengan umur. 
3) Penilaian atas kesehatan sendiri dan d. Indeks Massa Tubuh (BMI): B.kg / (T.m2) Dewasa ini mulai dipertanyakan keterkaitan antara IMR yang rendah dengan bayi sehat Penelitian di Afrika menemukan              
bahwa 26% dari bayi yang dapat diselamatkan (tidak mati) ternyata cacat.Demikian halnya dengan peningkatan umur harapan hidup waktu lahir. 
WHO menegaskan bahwa peningkatan umur harapan hidup itu harus diartikan sebagai bertambahnya produktivitas dan bukan sekedar bertambah umur tapi sakit-sakitan. WHO menyebutkan bahwa perpanjangan umur harus diartikan sebagai ”add life to years rather than merely add years to life” Di samping itu penambahan umur harus pula diartikan sebagai penambahan ”years of disability free life” dan bukan penambahan “years of disabled life”.
Sebagai indikator Perilaku Sehat Skala Nasional Pusat Promosi Kesehatan bekerjasama dengan badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, serta Badan Pusat Statistik berupaya untuk memasukkan 3 indikator tersebut ke dalam daftar pertanyaan SUSENASKOR (setiap tahun) dan MODUL (setiap 3 tahun).
Indikator Perilaku sehat lainnya dapat diperoleh dari survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Survei Kehidupan Rumah Tangga Indonesia (SAKERTI), dan survei lain yang bersifat regional seperti studi Evaluasi Manfaat (SEM) dan survei-survei yang bersifat lokal yang dilakukan oleh berbagai pihak sesuai kebutuhan daerah.

b. Indikator Perilaku Sehat Skala Nasional
     Salah satu indikator keberhasilannya adalah perilaku hidup sehat yang didefinisikan sebagai perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Selanjutnya ada 19 perilaku hidup sehat yang menjadi sasaran pembangunan kesehatan Dan bila dicermati perilaku-perilaku tersebut melekat pada masing-masing program kesehatan prioritas seperti KIA, GIZI, immunisasi, kesling, Gaya hidup dan JKPM.Situasi ini dapat memberi peluang tapi juga hambatan bagi penanggungjawab program untuk dapat mencapai target perubahan perilaku bila dilakukan sendiri-sendiri atau dibebankan pada satu program sektor saja. Karena masalah-masalah kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti sosial budaya, ekonomi, pendidikan dan lain-lain. Ditambah lagi pada era disentralisasi dimana setiap daerah mempunyai permasalahan kesehatan lokal spesifik yang juga mempunyai aspek perilaku yang perlu ditangani secara lokal.
Untuk itu perlu disusun skala prioritas bagi 19 indikator perilaku hidup sehat agar dapat ditangani secara nasional atau lokal/daerah dengan tetap menacu kepada paradigma sehat yang memandang pembangunan kesehatan lebih menekankan kepada upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan kuratif dan rehabilitasi. Saat ini pembangunan bidang kesehatan di Indonesia mempunyai beban ganda, dimana penyakit infeksi dan menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, sementara itu telah terjadi peningkatan penyakit tidak menular seperti jantung, stroke, kanker, diabetes melitus yang  semuanya erat kaitannya dengan gaya hidup seperti kebiasaan makan yang buruk, kurang aktivitas fisik dan merokok.
Hasil SKRT (Survey Kesehatan Rumah Tangga) tahun 1995 menunjukan bahwa 83 per 1000 penduduk menderita Hyperyensi, 3 Per 1000 penduduk mengalami penyakit jantung iskemik dan stroke, 1,2% penduduk mengalami diabetes, 6,8% mengalami kelebihan berat badan dan 1,1% Obesitas. Penyakit kanker merupakan 6% penyebab kematian di Indonesia. Penyakit kardiovaskuler sebagai penyebab kematian telah meningkat dari urutan ke11 (SKRT1972) menjadi urutan 3 (SKRT1986) dan menjadi penyebab kematian utama (SKRT1992 dan 1995). Organisasi Kesehatan dunia (WHO) memperkirakan penyakit tidak menular telah menyebabkan sekitar 60% kematian dan 43% seluruh kesakitan didunia. Angka kematiaan dan kesakitan tersebut sebagian besar terjadi pada penduduk dengan Sosial Ekonomi menengah kebawah. Penyakit-penyakit akibat gaya hidup tersebut dapat dicegah dengan meniadakan faktor resiko dan merubah perilaku. Selanjutnya penyakit jantung koroner, diabetes mellitus dan kanker mempunyai faktor resiko yang hampir sama. Faktor-faktor resiko tersebut antara lain merokok, Hypertensi (tekanan darah tinggi), Obesitas (Berat Badan Lebih), Stress (Tekanan Jiwa), kurang aktivitas fisik dan olah raga. Bila diperhatikan semua faktor risiko tersebut dapat disederhanakan menjadi 3 kelompok perilaku yaitu merokok, diet (pola makan), dan aktivitas/olah raga.

Sindrom Steven Johnson


bab 1
LATAR BELAKANG MASALAH 4 
Sindrom Steven Johnson

A. Kasus
An.J berusia 4 tahun, dating kerumah sakit dengan keluhan demam tinggi, nyeri kepala, batuk pilek, dan sakit tenggorokan. Dua minggu sebelumnya, klien mengkonsumsi antibiotic selama 2 minggu dan obat anti inflamasi. Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan perawat ditemukan kulit diseluruh tubuhnya berupa eritema, vesikel/bula dan disertai purpura, terjadi erosi pada mukosa bibir, mata kanan terjadi eksoriasi dan mata kanan terdapat krusa kehitaman. Klien menolak makan, terdapat stomatitis, pseudomembran difaring sehingga sukar bernafas RR=34x/menit, suhu tubuh 390C.  Direncanakan pemberian gentian violet pada mulut klien dan kolaborasi terapi kortikosteroid dan vaselin

B. Tugas mahasiswa
Membuat sebanyak mungkin pertanyaan yang timbul setelah menganalisis LBM tersebut diatas.

C. Cara belajar
1) Menerapkan metode SEVEN JUMP.
2) Diskusi kelompok tanpa tutor untuk mengidentifikasi pertanyaan teori, sumber belajar dan pertanyaan praktik
3) Diskusi kelompok dengan tutor untuk mengkonfirmasikan sumber belajar dan alternative jawaban.
4) Konsultasi untuk memperdalam pemahaman 
5) Lecture dan atau hand- out

\


clik download full modul

Sindrom Steven Johnson

Stevens-Johnson Syndrome affecting the eye
Stevens-Johnson Syndrome affecting the eye (Photo credit: Wikipedia)
Sindrom Steven Johnson adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium danmata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupaeritema, vesikel atau bula dapat disertai purpura (Djuanda, 1993: 127)
Sindrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri dari erupsi kulit,kelainan dimukosa dan konjungtifitis (Junadi, 1982: 480).Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapatdisertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir yang orifisium dan mata dengan keadaanumum bervariasi dari baik sampai buruk (Mansjoer, A. 2000: 136)
Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsimukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat. Sinonimnya antara lain : sindrom de Friessinger- Rendu, eritema eksudativum multiform mayor, eritema poliform bulosa, sindrom mukokutaneo- okular, dermatostomatitis, dll. Sindrom Stevens-Johnson pertama diketahui pada 1922 oleh dua dokter, dr. Stevens dan dr. Johnson, pada dua pasien anak laki-laki. Namun dokter tersebut tidak dapat menentukan penyebabnya (Adithan,2006).
Steven-Johnson Syndrome (SJS) merupakan reaksi hipersensitivitas yang diperantarai kompleks imun yang merupakan bentuk yang berat dari eritema multiformis. SJS dikenal pula sebagai eritem multiformis mayor. SJS umumnya melibatkan kulit dan membran mukosa. Ketika bentuk minor terjadi, keterlibatan yang signifikan dari mulut, hidung, mata, vagina, uretra, saluran pencernaan, dan membran mukosa saluran pernafasan bawah dapat berkembang menjadi suatu penyakit. Keterlibatan saluran pencernaan dan saluran pernafasan dapat berlanjut menjadi nekrosis. SJS merupakan penyakit sistemik serius yang sangat potensial menjadi penyakit yang sangat berat dan bahkan menjadi sebuah kematian.
Stevens-Johnson Syndrome (SJS) dan Toxic Epidermal Necrolysis (TEN) sejak dahulu dianggap sebagai bentuk eritem multiformis yang berat. Baru-baru ini diajukan bahwa eritema multiformis mayor berbeda dari SJS dan TEN pada dasar penentuan kriteria klinis. Konsep yang diajukan tersebut adalah untuk memisahkan spectrum eritem multiformis dari spectrum SJS/TEN. Eritem multiformis, ditandai oleh lesi target yang umum, terjadi pasca infeksi, sering rekuren namun morbiditasnya rendah. Sedangkan SJS/TEN ditandai oleh blister yang luas dan makulopapular, biasanya terjadi karena reaksi yang diinduksi oleh obat dengan angka morbiditas yang tinggi dan prognosisnya buruk.






Enhanced by Zemanta

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN METABOLISME PADA SISTEM MUSKULOSKELETAL


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN METABOLISME PADA SISTEM MUSKULOSKELETAL

1. Asuhan keperawatan pada pasien Gout/Pirai

English: Severe gout complicated by tophi (exu...
English: Severe gout complicated by tophi (exudate is uric acid crystals) (Photo credit: Wikipedia)
Gout adalah peradangan akibat adanya endapan kristal asam urat pada sendi dan jari.
Patofisiologi
Adanya gangguan metabolisme purin dalam tubuh, intake bahan yang mengandung asam urat tinggi, dan sistem ekskresi asam urat yang tidak adequat akan menghasilkan akumulasi asam urat yang berlebihan di dalam plasma darah (Hiperurecemia), sehingga mengakibatkan kristal asam urat menunpuk dalam tubuh. Penimbunan ini menimbulkan iritasi lokal dan menimbulkan respon inflamasi.
Hiperurecemia merupakan hasil:
- meningkatnya produksi asam urat akibat metabolisme purine abnormal
- menurunnya ekskresi asam urat
- kombinasi keduanya
Gout sering menyerang wanita post menopouse usia 50 – 60 tahun. juga dapat menyerang laki-laki usia pubertas dan atau usia di atas 30 tahun. Penyakit ini paling sering mengenai sendi metatrsofalangeal, ibu jari kaki, sendi lutut dan pergelangan kaki.
Gout
Gout (Photo credit: Sarah G...)

Pengkajian Keperawatan
Riwayat Keperawatan
- Usia
- Jenis kelamin
- nyeri (pada ibu jari kaki atau sendi-sendi lain)
- kaku pada sendi
- aktivitas (mudah capai)
- diet
- keluarga
- pengobatan
- pusing, demam, malaise, dan anoreksi
- takikardi
- pola pemeliharaan kesehatan
- penyakit batu ginjal

Pemeriksaan fisik
- identifikasi tanda dan gejala yang ada peda riwayat keperawatan
- nyeri tekan pada sendi yang terkena
- nyeri pada saat digerakkan
- area sendi bengkak (kulit hangat, tegang, warna keunguan)
- denyut jantung berdebar
- identifikasi penurunan berat badan

Riwayat Psikososial
- cemas dan takut untuk melakukan kativitas
- tidak berdaya
- gangguan aktivvitas di tempat kerja

Pemeriksaan diagnostik
- asam urat
- sel darah putih, sel darah merah
- aspirasi sendi terdapat asam urat
- urine
- rontgen

Wednesday, February 20, 2013

Brain Facts


Brain Facts

A PRIMER ON THE BR AIN AND NERVOUS SYSTEM
THE SOCIET Y FOR NEUROSCIENCE
  
The Society for Neuroscience is the world’s largest organization of scientists and physicians dedicated to understanding the brain, spinal cord and peripheral nervous system.
Neuroscientists investigate the molecular and cellular levels of the nervous system; the neuronal systems responsible for sensory and motor function; and the basis of higher order processes, such as cognition and emotion. This research provides the basis for understanding the medical fields that are concerned with treating nervous system disorders. These medical specialties include neurology, neurosurgery, psychiatry and ophthalmology.

Founded in 1970, the Society has grown from 500 charter members to more than 29,000 members. Regular members are residents of Canada,
Mexico and the United States—where more than 100 chapters organize local activities. The Society’s membership also includes many scientists from throughout the world, particularly Europe and Asia.
The purposes of the Society are to:
- Advance the understanding of the nervous system by bringing together scientists from various backgrounds and by encouraging research in all aspects of neuroscience.
- Promote education in the neurosciences.
- Inform the public about the results and implications of new research.
The exchange of scientific information occurs at an annual fall meeting that presents more than 14,000 reports of new scientific findings and includes more than 25,000 participants. This meeting, the largest of its kind in the world, is the arena for the presentation of new results in neuroscience.
The Society’s bimonthly journal, The Journal of Neuroscience, contains articles spanning the entire range of neuroscience research and has subscribers worldwide. A series of courses, workshops and symposia held at the annual meeting promote the education of Society members. The Neuroscience Newsletter informs members about Society activities.
A major mission of the Society is to inform the public about the progress and benefits of neuroscience research. The Society provides information about neuroscience to school teachers and encourages its members to speak to young people about the human brain and nervous system.



Enhanced by Zemanta